KEHIDUPAN KAMPUS

Guest Lecture: Oleh: Putra Nababan

Indonesia bersama negara-negara Asia lainnya sedang menghadapi dinamika perubahan global yang cukup ekstrim, diantaranya adalah bonus demografi dan perubahan peta kekuatan ekonomi dunia. Untuk itu Indonesia harus memiliki lebih banyak generasi muda dengan kualifikasi talent, bukan sekedar pekerja biasa.

Berbicara di tengah ribuan mahasiswa baru di kampus Universitas Darma Persada (UNSADA) dengan tema: “Menumbuhkan Sikap Berpikir Kritis Serta Cinta Tanah Air dan Almamater’’ wartawan senior Putra Nababan menekankan pentingnya Indonesia memiliki generasi muda yang dapat mengoptimalkan kemampuan, bukan menjadi yang berkemampuan pas-pasan saja.

“Tantangan yang dihadapi Indonesia di depan mata adalah krisis talent. Terlalu banyak orang yang bekerja hanya untuk status semata, bekerja hanya karena untuk gajian tapi bukan digerakkan oleh passion mereka. Bekerja dengan mental pas-pasan. Kondisi ini yang membuat institusi dan perusahaan sulit berkembang karena diisi oleh SDM yang tidak punya keinginan berkembang,” kata Putra, founder idtalent.id, wadah digital startup Indonesia ini.

Ia mengingatkan, tantangan talent dalam sumber daya manusia adalah topik bahasan hangat antara Presiden Jokowi dan pemilik bisnis Alibaba, Jack Ma baru-baru ini di Jakarta. “Dari hasil survey yang dilakukan di ratusan perusahaan dunia menyebutkan, agile thinking adalah skill yang sangat dibutuhkan yakni kemampuan memikirkan dan menjalankan beragam skenario secara simultan dan berinovasi. Seorang talent harus memiliki kemampuan berpikir agile. Gesit!,” kata Putra, politisi muda PDI Perjuangan ini. 

Putra juga mengungkapkan kebutuhan berbagai lembaga di Indonesia dan bahkan dunia untuk kemampuan berkolaborasi dan team work dari pekerjanya sebagai jawaban dari pengembangan. Kolaborasi yang efektif sebaiknya dilakukan orang-orang yang punya kemampuan khusus dengan keahlian yang berbeda-beda.

Caleg PDI Perjuangan DPR RI dari dapil Jakarta Timur ini lalu mengaitkan semangat kolaborasi dengan bagaimana Indonesia dirancang dan dibangun oleh para pendiri bangsa. “Indonesia kalau hanya pulau Jawa itu bukan Indonesia. Hanya Sumatra dan Jawa belum cukup. Indonesia itu satu jika terbentang dari Sabang sampai Merauke, dari Rote sampai Miangas. Inilah kolaborasi dan gotong royong para pendiri bangsa,” ujar Putra.

Kemajuan sebuah institusi juga ditentukan oleh keberagaman dari orang yang bekerja di dalamnya. Kemampuan memimpin organisasi yang memiliki keberagaman adalah skill yang paling dicari saat ini karena masyarakat Indonesia tidak homogen. “Nah ini kan Bhinneka Tunggal Ika. Jadi hasil survey dunia ini sebenarnya sudah menjadi filosofi dasar kita, unity in diversity. Hebat ya Indonesia,” katanya dengan nada semangat.

Jadi, lanjutnya, Indonesia sudah punya modal besar untuk pengembangan talent. Tantangannya adalah lembaga-lembaga pendidikan harus fokus menyiapkan generasi penerus sesuai kebutuhan industri saat ini. 

“Saat ceramah dari kampus ke kampus, saya mengajak mahasiswa dan memberikan pengertian kepada para dosen arti pentingnya berkolaborasi sejak dini. Arti pentingnya passion. Mencintai pekerjaan yang sedang kita geluti. Kalian di kampus belajar berkolaborasi dengan rekan-rekan yang beda jurusan, beda fakultas tapi punya visi yang sama. Itu baru top!,” ujar mantan Pemimpin Redaksi Metro TV ini.

Kemampuan pengembangan diri juga menjadi perhatian khusus Putra. Ia menceritakan komitmennya pada pekerjaan dan memilih untuk tidak menempuh pendidikan pasca sarja apalagi doktoral. Tapi bukan berarti presenter berita terbaik Indonesia  empat tahun berturut-turut ini tidak mau mengenyam pendidikan di universitas lagi. Ia memilih berbagai program pendidikan singkat di universitas bergengsi dunia seperti Harvard University dan Massachusetts Institute of Technology (MIT), Amerika Serikat.

“Saya tidak ada waktu untuk gelar master dan doktor. Kalau dulu saya mengambilnya, belum tentu kesempatan yang saya dapat dan karir bisa seperti sekarang. Intinya saya suka dengan totalitas. Toh saya tetap bisa cari beasiswa di sekolah-sekolah bagus. Sekarang, gelar saya tidak kalah loh dengan sama temen-temen yang sudah S2. Gelar saya MSC, master of short courses,” kata wartawan yang pernah wawancara khusus Presiden Amerika Serikat kulit hitam pertama, Barack Obama tertawa lepas.